Karawang Dianpos.Online.| Dunia pendidikan di Tempuran tengah diguncang oleh dugaan praktik maladministrasi serius terkait penjualan seragam olahraga di sekolah negeri, yakni SMPN 1 Tempuran. Oknum yang diduga menjadi dalang di balik praktik ini kepsek, komite dan yang lainnya.
Tindakan ini disoroti karena dianggap melanggar peraturan perundang-undangan yang melarang keras penjualan seragam sekolah oleh pihak satuan pendidikan.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa adanya peraktik jual beli seragam, diduga mewajibkan atau mengarahkan orang tua/wali murid untuk membeli seragam olahraga dengan harga tertentu melalui pihak sekolah atau koperasi yang berafiliasi.
Praktik ini diduga memberatkan orang tua murid, terutama menjelang tahun ajaran baru atau kenaikan kelas. Penjualan seragam sekolah, meskipun hanya seragam olahraga atau seragam ciri khas, seringkali menjadi pintu masuk bagi potensi pungutan liar dan penyalahgunaan wewenang.
Melanggar Aturan dan Berpotensi Pidana
Dugaan penjualan seragam oleh paraoknum di sekolah ini jelas-jelas bertentangan dengan sejumlah regulasi pendidikan di Indonesia. Beberapa ketentuan hukum yang diduga dilanggar meliputi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 66 Tahun 2010, khususnya Pasal 181, yang menyatakan bahwa
"Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang menjual pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan."
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Pasal 4 menggarisbawahi
"Pengadaan Pakaian Seragam Sekolah diusahakan sendiri oleh orang tua atau wali peserta didik."
Meskipun beberapa peraturan daerah atau kebijakan lokal mungkin memperbolehkan pengadaan seragam ciri khas (seperti batik atau olahraga) oleh sekolah, larangan penjualan seragam oleh pendidik dan tenaga kependidikan tetap menjadi pedoman utama. Selain itu, Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah juga menegaskan bahwa pengadaan seragam menjadi tanggung jawab orang tua/wali.
Tindakan memaksa atau mengarahkan pembelian seragam melalui sekolah merupakan bentuk maladministrasi yang berpotensi menjadi Pungli. Ombudsman Republik Indonesia secara konsisten memberikan peringatan dini terkait larangan penjualan seragam oleh sekolah. Jika praktik ini disertai dengan unsur pemaksaan dan penetapan harga yang memberatkan tanpa dasar yang jelas, hal ini dapat mengarah pada tindakan korupsi atau penyalahgunaan jabatan.
Jika terbukti bersalah melakukan penjualan seragam yang melanggar ketentuan, para oknum tersebut dapat menghadapi sanksi berat mulai dari sanksi administratif (teguran lisan, tertulis, penundaan kenaikan pangkat/jabatan, hingga pencopotan dari jabatan Kepala Sekolah), sanksi kepegawaian, hingga potensi proses hukum pidana jika ditemukan unsur korupsi atau pemerasan.
Masyarakat dan wali murid didorong untuk melaporkan praktik-praktik semacam ini kepada Dinas Pendidikan setempat, Inspektorat Daerah, atau Ombudsman RI Perwakilan Daerah agar dapat dilakukan investigasi mendalam dan penindakan tegas sesuai hukum yang berlaku. Tindakan ini penting untuk menjamin tata kelola sekolah yang bersih, transparan, dan tidak membebani masyarakat.
(Ansori)